RICKY'S BLOG

Minggu, 16 Januari 2011

Deskripsi permasalahan hukum linkungan yg tidak hanya selesai dengan pemberlakuan UU NO 23 tahun 1997

Sesungguhnya untuk permasalahan lingkungan, Indonesia telah memiliki pedoman legal untuk perlindungan lingkungan. Beberapa di antaranya adalah UU No 23/1997 telah mengamanatkan pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu, Ketetapan MPR No. 17/MPR/1998 tentang HAM, dalam Bab Deklarasi Nasional juga memuat persoalan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat. Demikian juga dengan UU 39/1999 tentang HAM yang menempatkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya.Suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan.Dalam merumuskan kebijakan lingkungan,Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang, peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan instrumen kebijaksanaan (instrumenten van beleid).Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan.
Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.
Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.
2. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
3. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.
Selama ini pemerintah harus memberikan Sanksi administrasi yang merupakan suatu upaya hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Disamping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana.
Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketata dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangkan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :
1. Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi,
2. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup.
Sedangkan penerapan instrument perdata biasa dilakukan oleh pemerintah maupun Masyarakat dan organisasi yang konsen terhadap lingkungan hidup yang mempunyai Hak Untuk Mengajukan Gugatan yang di atu dlam ketentuan Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 UU Nomor 23 Tahun 1997 mekanismenya bisa dengan mengajukan gugatan perdata biasa secara perorangan amapun secara class action (perwakilan)
Sedangkan utuk gugatan legal stending yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa LSM sebagai guardian/wali dari lingkungan (Stone;1972). Teori ini memberikan hak hukum (legal right) kepada obyek-obyek alam (natural objects). Dalam hal terjadi kerusakan atau pencemaran lingkungan, maka LSM dapat bertindak sebagai wali mewakili kepentingan pelestarian lingkungan tersebut.
Oleh karena itu perlunya ditinjau kembali kelemahan-kelemahan dari peraturan-peraturan yang sudah ada dan segera melengkapi peraturan yang belum ada. Dan dalam penanganan kasus-kasus lingkungan setidaknya Hakim tidak terlalu bersikap "Legalistic Procedural Approach" melainkan lebih mengarah kepada "Legalistic Subtancial Approach" sehingga lebih mendekati pada rasa keadilan murni dan tidak sekadar formal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts